Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran sering
terjadi kegagalan. Kegagalan dalam hal ini dimaksud adalah hubungan antara guru
dengan siswa kurang interaktif. Adapun permasalahan-permasalahan yang sering
terjadi di sekolah seperti keberanian siswa dalam bertanya kepada guru tentang
materi yang belum paham masih rendah, atau sebab lain sebagian besar siswa
masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika sehingga prestasi
belajar siswa masih rendah.
Pembelajaran
yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan
siswa dalam refleksi apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengonstruksi sendiri
pengetahuan mereka.
Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme
merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista
Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan
filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui
bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui
sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu.
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek,
fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme bertitik tolak dari
pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah
pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk
sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya.
Pendapat lain konstruktivisme adalah salah
satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses
belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang
hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar
pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi
dengan lingkungannya.
Secara garis besar prinsip-prinsip
konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak
dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk
bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi
agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri
pembelajaran yang konstruktivis menurut beberapa literatur :
- Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
- Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia
- Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman
- Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain
- Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
Batasan Konstruktivisme
- Merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
- Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
- Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
- Proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pendekatan
Piaget
Konstruktivis yang termasuk dalam aliran ini,
merujuk pada pandangan Piaget, bahwa gambaran mental seseorang dihasilkan
semasa interaksi individu dengan objek alam fisik. Selanjutnya dikatakan bahwa
sesuatu pengetahuan yang diterima oleh seseorang sama, diasimilasi atau
diakomodasi, dan saling interaksi antara keduanya dinamakan ekuilibrasi. Oleh
sebab itu, hal yang mendasari ciri aliran ini,
- Semua pengetahuan dibina dari timbal-balik individu dengan lingkungan dan mereka sendiri mencoba memberi makna.
- Semua pengetahuan adalah diperolehi melalui pembinaan diri dan pemaknaan bukan secara internalisasi makna dari luar.
Implikasi konstruktivisme terhadap proses
pembelajaran
Ada sejumlah
implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran berdasarkan pemikiran
konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu antara lain sebagai berikut:
- Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui konstruksi individual dengan melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi dan bukan lewat akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau memberikan pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap, dll) untuk dijadikan objek pemaknaan.
- Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal development of knowledge.
- Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial kultural untuk para peserta didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan dan diambil dari pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata peserta didik. Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan peserta didik.
- Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.
- Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.
- Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di depan teman yang lain.
Implikasi terhadap Peran Guru
Terdapat
beberapa upaya penerapan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran
menuntut perubahan peran guru khususnya dalam : (a) cara pandang terhadap
siswa, (b) manajemen kelas.
Cara Pandang terhadap Siswa.
Model belajar konstruktivis sangat
memperhatikan jaringan ide-ide yang ada dalam struktur kognitif siswa.
Pengetahuan bukanlah gambaran dari suatu realita. Pengetahuan selalu merupakan
akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan mental seseorang.
Transformasi pengetahuan dalam konstruktivisme adalah pergeseran siswa sebagai
penerima pasif informasi menjadi pengkonstruksi aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa dipandang sebagai subyek yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kemampuan masing-masing.
Implikasi model konstruktivis dalam
pembelajaran adalah kegiatan aktif siswa dalam usaha membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa diberikan kebebasan untuk mencari arti sendiri dari apa
yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru
dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka dan siswa
bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertian yang lama
dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa
yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang
telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru.
Manajemen Kelas
Dalam upaya untuk menumbuhkan dan
mengembangkan situasi yang kondusif dalam pembelajaran guru hendaknya mengambil
posisi sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Peran sebagai fasilitator
dan mediator pembelajaran akan memberikan kesempatan yang luas kepada siswa
untuk mengemukakan gagasan dan argumentasinya sehingga proses negosiasi makna
dapat dilaksanakan. Melalui negosiasi makna, siswa akan terhindar dari cara
belajar menghafal (root learning). Siswa akan merasa lebih mudah untuk
mengubah miskonsepsinya menjadi konsep ilmiah.
KESIMPULAN
- Individu mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
- Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu.