Paradigma Pembelajaran Menjawab Tantangan Zaman

Sumber
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia menghadapi tantangan yang multidimensi. Yaitu meliputi semua dimensi kehidupan Negara bangsa modern baik politik, ekonomi dan IPTEK. Dalam dimensi politik hampir semua prinsip dan kaidah penyelenggaraan Negara yang tertuang dalam UUD 1945, seperti bentuk Republik, Demokrasi Perwakilan dan adanya berbagai lembaga Negara belum pernah dihayati oleh seluruh warga bangsa termasuk para perumusnya. Di bidang ekonomi, hampir 350 tahun kegiatan ekonomi modern dikuasai sepenuhnya oleh pemodal asing dan dikelola oleh orang non-Indonesia. Di bidang IPTEK, kalau dunia sudah mengenal lembaga pendidikan tinggi modern seperti Bologna (abad 11) dan Harvard (Amerika abad 17), Indonesia baru tahun 1920 mendirikan sekolah tinggi teknik (sekarang ITB) di Bandung. Karena itu pada tahun 1949 Indonesia baru memiliki 35 insinyur.

Dengan kondisi tingkat perkembangan bangsa seperti ini merupakan suatu penyadaran bahwa yang kita hadapi bukan hanya revolusi politik, tetapi hamper semua dimensi kehidupan. Karena itu pula nampaknya mengapa Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang deklarasi kemerdekaannya menetapkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang merupakan misi untuk melakukan transformasi budaya. Suatu perubahan radikal melalui proses revolusioner. Dan pendidikan merupakan wahana yang paling strategis. Karena itu pula UUD 1945 disamping menetapkan “hak setiap warga Negara mendapat pengajaran” (sebelum amandemen), juga mewajibkan “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system pengajaran nasional”.
Para pendiri republik nampaknya terilhami oleh para pembangun Negara kebangasaan (Nation State) yang berpegang pada paradigma Build Nation Build School. Tetapi setelah para pendiri republic lengser dari panggung administrasi penyelenggaraan pemerintah Negara, paradigma Nation Build School bukan lagi menjadi tekanan. Kemudian muncul teori Tickle-down Effect, yaitu pendidikan akan maju dengan majunya ekonomi. Pada intinya penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masayarakat dan orang tua. Dampak yang langsung kita rasakan adalah, terus meningkatnya partisipasi masyarakat masuk lembaga pendidikan berbanding lurus dengan jumlah pengangguran dan berbanding terbalik dengan produktivitas kerja dan etos kerja. Dari uraian di atas sampailah pada kesimpulan bahwa tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia masih tetap multidimensi, dan misi mencerdaskan kehidupan bangsa masih tetap perlu diupayakan. Muncul pertanyaan, pendidikan seperti apa yang mampu menunjang Bangsa Indonesia menghadapi tantangan jaman?
Pandangan ekonom yang memperkuat pentingnya pendidikan untuk pembangunan yang diutarakan pada tahun 1965, berdasarkan pengalaman berbagai Negara, pada tahun 2004 BPS Bappenas, dan UNDP menekankan pentingnya pendidikan dalam kalimat berikut:
Indonesia membutuhkan banyak investasi dalam perkembangan manusia. Tidak hanya untuk memenuhi hak dasar  manusia itu sendiri tetapi juga untuk meletakkan pondasi untuk pertumbuhan ekonomi dan untuk menjamin kelangsungan hidup dari demokrasinya dalam jangka panjang
.
Dapat kita sadari bersama bahwa hanya dengnan pendidikan suatu bangsa dapat membangun baik politik, ekonomi, maupun rasa kebangsaan. Tentang pentingnya pendidikan bagi pembangunan tidak hanya dirasakan oleh Negara maju tetapi juga oleh Negara berkembang dan hendaknya mendudukan pendidikan sebagai tiang pembangunan bangsa. Terjawab sudah dari pertanyaan tadi. Pendidikan yang dapat berperan menghadapai tantangan jaman adalah pendidikan yang bermutu. Apa indicator dari pendidikan bermutu itu?
Bila kita mendalami UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang sisdiknas kita akan menemukan sumber nilai yang dapat dijadikan ukuran bermutu tidaknya program pendidikan. Kutipannya sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dijelaskan bahwa hanya “proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang dapat dipandang bermutu. Karena tanpa proses pendidikan yang demikian tidak mungkin dapat mendukung fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dapat disimpulkan bahwa hanya pendidikan yang bermutu, yaitu yang mampu mengembangkan kompetensi dan membentuk wataklah yang relevan dengan upaya menghadapi tantangan jaman.
Tadi sudah dijawab masalah apa indikator pendidikan dikatakan bermutu. Kemudian muncul lagi pertanyaan, model pembelajaran seperti apa yang dapat bermakna sebagai proses pembudayaan? Dalam kaitan menjawab pertanyaan ini Unesco, melalui International Commission on Education for The 21st century, mengusulkan empat pilar belajar. Menerapkan empat pilar belajar tersebut berarti bahwa proses pembelajaran memungkinkan peserta didik menguasai cara memperoleh pengetahuan, berkesempatan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dan berinteraksi dengan sesame peserta didik sehingga menemukan dirinya.
Berikut penjelasan masing-masing pilar tersebut:
Learning to Know
Pada hakekatnya adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pelajar/mahasiswa menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Atau dengan kata lain, peserta didik dimungkinkan untuk terlibat dalam proses meneliti dan mengkaji.
Learning to Do
Pada sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry. Dalam masyarakat industry tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan ketrampilan motorik yang kaku melainkan diperlukan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti mengontrol, memonitor, merakit, merancang, dan mengorganising.
Learning to Live Together
Intinya adalah, bagaimana peserta didik itu dapat bergaul/bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya. Menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk kemajuan lingkungan tempat tinggalnya.
Learning to Be
Pada hakekatnya adalah manusia yang bisa menjadi dirinya sendirihasil dari belajar untuk mengenal, belajar melakukan dan belajar bergaul dengan lingkungannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMODELAN WATERFALL UNTUK PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK

Pengembangan Media pembelajaran: Model ADDIE

Pembelajaran dan Pendidikan